Buku Fotografi Bahasa Indonesia Yang

0902

Buku Bandung 1955 ini merupakan buku foto karya fotografer senior Paul Tedjasurja (85 thn) yang berisi foto-foto suasana Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955. Saat itu Paul tercatat sebagai fotografer lepas pada beberapa media cetak di Bandung, di antaranya Majalah Gembira, Preanger Foto, dan Pikiran Rakyat. Dengan kamera Leica III F seberat 1,5 kg ia berhasil mengabadikan momen-momen KAA 1955 ke dalam 300 lembar foto.

Sayangnya ada banyak foto beserta negatifnya yang hilang karena dipinjam oleh orang yang mengaku dari pemerintah dan tak pernah kembali sehingga dari 300 foto yang ada hanya 70 foto yang masih ada hingga kini. Dari 70 lembar foto tersebut dipilihlah 63 foto (foto persiapan menjelang KAA, kedatangan para delegasi, suasana sidang, jamuan makan, serta antusias masyarakat saat menyaksikan para delegasi KAA) untuk dimasukkan ke dalam buku yang dikuratori oleh Galih Sedayu, pegiat fotografi, pendiri dan pengelola Air Foto Network. Sebelum menikmati puluhan foto-foto hitam putih hasil jepretan Paul Tedjasurja kita akan disuguhkan sebuah narasi pendahuluan yang berjudul Litani Paul Tedjasurja Bagi Peringatan Konperensi Asia Afika. Bagian ini berisi pengalaman Paul Tedjasurja saat memotret KAA 1955 beserta biografi singkat sang fotografer.

Adalah beberapa kumpulan E-Book tentang fotografi dalam bahasa indonesia. Mengenal Buku Elektronik Atau E. Xampp berbahasa indonesia, yang. Disusun oleh galih sedayu. Pustaka Fotografi Indonesia adalah sebuah inisiatif kecil yang saya coba lakukan guna mendata buku, katalog, zine & jurnal foto yang telah.

Selain itu ada pula kutipan dari majalah Gembira tanggal 11 Februari 1956 yang memuat profil Paul. Dari kutipan tersebut kita bisa mengetahui bahwa Paul adalah fotografer yang cukup terkenal di masa itu.

“Bagi penduduk kota Bandung dan sekitarnja ia sudah tjukup dikenal. Baik dikalangan djembel maupun dikalangan ningratnja. Atau bagi para peladjar mahasiswa maupun diorganisasi bahkan sampai kepada kalangan angkatan perangnja.” (hal.

4) Selain seorang fotografer ternyata Paul juga menggermari filateli dan beliau adalah orang pertama di Indonesia yang memadukan obyek foto dengan filateli dan autogram. Di bagian ini kita juga akan mendapati sejarah singkat KAA dan isi Dasa Sila Bandung. Setelah narasi pendahuluan yang ditulis oleh Galih Sedayu barulah kita menikmati foto-foto jepretan Paul Tedjasurja yang disusun secara kronologis dimulai dari foto kedatangan Presiden Sukarno di Bandara Husein Sastranegara untuk memeriksa kesiapan KAA 1955, kedatangan para delegasi, suasana di luar gedung Merdeka, suasana sidang di Gedung Merdeka dan Gedung Dwi Warna, hingga jamuan makan di Gedung. Diantara foto-foto terdapat juga beberapa quote dari Presiden Sukarno menghiasi jeda antar satu tema foto ke tema berikutnya. Dari ke 60 foto-foto yang ada di buku ini ada banyak hal-hal yang menarik jika kita perhatikan, misalnya bagaimana antusias warga Bandung menyambut KAA dan bagaimana saat itu panitia mengizinkan warga Bandung untuk melihat para delegasi dari jarak yang begitu dekat. Hal itu terlihat dari foto-foto ribuan warga tampak berkumpul di sekitar Gedung Merdeka.

Kondisi ini sangat berbeda dengan peringatan KAA ke 60 thn yang baru saja berlangsung dimana wliayah Gedung Merdeka dan sekitarnya merupakan wilayah yang harus steril dari masyarakat umum. Ketika konferensi sedang berlangsung, Paul tidak hanya membidik suasana kaku dan serius para anggota delegasi melainkan juga tampak terlihat suasana santai dari para peserta delegasi saat menunggu konferensi dimulai. Yang menarik adalah sajian di meja masing-masing perserta sidang, selain air putih ternyata ada juga disediakan rokok dan asbaknya, uniknya rokok (sepertinya rokok kretek) tersebut diletakkan di dalam gelas.

Ternyata saat itu merokok dalam ruang konferensi diizinkan oleh panitia. Para wartawan dan petugas keamananpun tak luput dari bidikan Paul, di buku ini kita bisa melihat kesibukan para wartawan spada saat peserta delegasi datang, mewawancarai peserta delegasi, dan suasana di balkon Gedung Merdeka dimana para wartawan ditempatkan. Bagaimana repotnya petugas keamanan mengamankan agar warga Bandung tetap tertib pun tak luput dari jepretan Paul. Suasana berseri jamuan manan malam di Bale Pakuan juga ditampilkan di buku ini, dari foto ini tampak jamuan makan malam disajikan secara parasmanan sehingga para peserta delegasi harus antri mengambil makanannya sendiri, hal ini berlaku juga buat para pemimpin/kepala negara. Masih banyak hal-hal menarik yang bisa kita lihat dari seluruh foto yang ada di buku ini.

Beberapa foto mungkin sudah sering kita lihat baik di media-media cetak maupun media onlen, namun ada juga beberapa foto yang mungkin baru pertama kali kita lihat dan ini menjadi salah satu keunggulan buku ini. Semua foto-foto dalam buku ini tersaji secara sempurna di atas kertas art paper dengan berbagai ukuran dari ukuran terbesar 21 x 15 cm hingga yang terkecil dengan ukuran 8,5 x 6 cm. Buku ini sangat baik dikoleksi oleh para pecinta sejarah dan fotografi, namun ada beberapa hal yang mungkin menjadi kekurangan buku ini, yang pertama adalah tidak adanya foto Paul Tedjasurja saat meliput KAA 1955 yang saat itu masih berusia 25 tahun. Padahal Paul sendiri pernah berfoto bersama Presiden Sukarno saat itu. Foto tersebut tentunya cocok untuk disajikan di bagian narasi pendahuluan dimana dikisahkan pengalaman Paul saat meliput KAA 1955. Paul Tedjasurja (Sumber: Galih Sedayu) Kedua, dalam buku ini tidak ada satupun foto Historical Walk yang dilakukan para delegasi dari Hotel Homan menuju Gedung Merdeka, apakah memang Paul tidak sempat memotret momen bersejarah tersebut? Rasanya tidak mungkin ya.

Is there a proper basic user guide on there to show you how to use the integration kit? What function in the integration kit do I need? Sagepay integration guide pdf.

Lalu kenapa tak satupun foto Historical Walk dimuat dalam buku ini? Atau mungkin foto-foto Historical Walk KAA 1955 itu termasuk foto-foto yang hilang dipinjam orang? Sayangnya hal ini tidak dijelaskan dalam kata pengantar buku ini. Yang ketiga adalah judul buku ini yang menggunakan bahasa Inggris.

Karena seluruh isi buku ini menggunakan bahasa Indonesia mengapa judulnya harus menggunakan bahasa Inggris? Keempat, karena perhelatan KAA adalah perhelatan Internasional dan adanya rencana pemerintah Indonesia untuk membawa foto-foto karya Paul Tedjasurja ke UNESCO untuk dijadikan warisan dunia Memory of The World alangkah baiknya buku ini dibuat dalam dua bahasa (Inggris-Indonesia) sehingga bisa buku ini juga bisa dinikmati tidak hanya oleh pembaca Indonesia saja. Terlepas dari kekurangannya buku ini tentunya menjadi jejak literasi dari pelaskanaan KAA 1955.

Belajar fotografi

Bahasa Indonesia Yang Baik Dan Benar

Buku ini juga menjadi buku foto pertama terkait pelaksanaan KAA sehingga menjadi pelengkap bagi buku-buku yang bercerita tentang sejarah KAA yang telah banyak beredar. Walau foto-foto Paul dalam buku ini mungkin sudah sering kita lihat baik di media cetak maupun internet namun kehadiran buku tetaplah bermanfaat untuk ini merangkum sebagian kecil foto-foto Paul yang tersebar di berbagai media cetak dan online. Terlebih itu bagi generasi muda buku ini akan sangat berharga untuk mengenal lebih dalam lagi sejarah KAA 1955 melalui foto di mana Indonesia pernah berperan aktif dan menjadi pelopor dalam menjaga dan mengusahakan keharmonisan dunia. (Sumber foto: Detail Buku: Judul: Bandung 1955 – Moments of Asia African Conference Fotografer: Paul Tedjasurja Editor Foto dan Teks: Galih Sedayu Penerbit: Air Foto Network Cetakan: I, April 2015 Tebal: 80 hlm ISBN: 978-602-14408-3-4 (Hernadi Tanzil / Kontributor AlineaTV).

This entry was posted on 02.09.2019.